WAHANANEWS.CO, Bogor - Kasus konflik agraria antara masyarakat dan PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) di lereng Gunung Salak, Desa dan Kecamatan Cijeruk, Bogor, kini memasuki babak baru.
Puluhan hekare lahan di kawasan Bukit Alesano Cijeruk itu menjadi objek persidangan setempat yang digelar Pengadilan Negeri Cibinong.
Baca Juga:
Bareskrim Polri Tetapkan Empat Tersangka Kasus Pemalsuan Dokumen SHGB-SHM Pagar Laut
Sebelumnya, Indra Sukarna yang merupakan penggarap eks lahan perkebunan teh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI di Cijeruk telah menggugat PT BSS secara perdata atau perbuatan melawan hukum.
Hal itu didasari PT BSS yang diduga telah menelantarkan lahan dan tiba-tiba melakukan kegiatan cut and fill di lahan yang digarapnya sejak puluhan tahun.
"PT BSS tidak pernah memanfaatkan lahan dan membangun atas SHGB Nomor 6 Tahun 1997 yang diklaim milik mereka," ungkap Kuasa Hukum Indra Sukarna, Jajang Furqon dalam persidangan setempat, Jumat (7/2/2025).
Baca Juga:
Skandal Tanah di Tangerang: 16 Kades Diduga Ikut Bermain, Desa Kohod Jadi Proyek Percontohan
Sebelum dapat menunjukan SHGB tersebut, lanjut Ujang, PT BSS malah melayangkan somasi dan pemasangan plang sepihak yang baru dilakukan pada 2022 lalu.
"Atau setelah 25 tahun mereka memiliki SHGB Nomor 6, lima tahun sebelum masa berlakunya habis," jelasnya.
Untuk itu, pihak Indra Sukarna berharap, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong dapat melihat bahwa PT. BSS tidak menguasai hak atas tanah tersebut.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum PT. BSS, Kasmudi menegaskan bahwa lahan yang digarap Indra Sukarna seluas 12 ribu meter lahan merupakan bagian dari 39 hektare SHGB Nomor 6 yang dimiliki kliennya.
"PT BSS mendapatkan tanah ini dari proses lelang dari PTPN tahun 1993, setelah itu terbit sertifikat pada tahun 1997. Kemudian waktu krisis 98-99, itu ada permohonan dari masyarakat untuk ditumpangsarikan," katanya.
Kemudian, sambung dia, PT BSS menyetujui permohonan tersebut namun dengan syarat hanya boleh digunakan untuk kegiatan pertanian.
Seiring waktu banyak dari lahan di Cijeruk tersebut yang berpindah tangan dan akhirnya menjadi persoalan di masa saat ini.
Dari sanalah timbul masalah, masyarakat yang menggarap itu berpindah-pindah tangan tanpa sepengetahuan dan izin PT BSS.
"Dari sanalah timbul masalah, masyarakat yang menggarap itu berpindah-pindah tangan tanpa sepengetahuan dan izin PT BSS. Padahal sudah diperingatkan bahwa lahan ini tidak boleh dibangun," tukasnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]