WahanaNews-Bogor | Tidak hanya Bupati Bogor, Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Kabupaten Bogor, Deni Humaedi, juga mengatakan kalau citra pariwisata di kawasan Puncak saat ini terganggu dengan keberadaan ribuan imigran yang saat ini masih tinggal di sana.
Menurutnya, keberadaan ribuan imigran di Puncak mengancam kawasan strategis pariwisata nasional.
Baca Juga:
Dinas Arpusda Nilai Pengelolaan Kearsipan Desa Masih Bermasalah
"Citra kawasan Puncak saat ini identik dengan wisata Timur Tengah, karena jumlah (imigran) banyak, terkesan Puncak khusus wisata Timur Tengah, padahal tidak demikian. Puncak terbuka juga dengan wisata mancanegara lainnya," kata Deni kepada wartawan, Minggu (20/3/2022).
Deni menyebutkan ada sekitar 1.600 imigran pencari suaka tersebar di beberapa tempat di kawasan Puncak.
"PAra imigran terseber di Desa Tugu Utara dan Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor," katanya.
Baca Juga:
Piala Bupati Bogor 2022 Terancam Dibubarkan, Ini Alasannya
Jika keberadaan para imigran terus bertambah di kawasan Puncak, kata Deni, keberadaan para imigran itu juga bisa menimbulkan stigma negatif terhadap kawasan Puncak sebagai kawasan strategi pariwisata nasional.
"Kami hanya minta agar para imigran tidak berada di kawasan strategis wisata nasional Puncak, dan agar Badan Imigran PBB (UNHCR) dapat mengurus dan memindahkan mereka," kata Deni.
Belum lagi, lanjut Deni, adanya informasi mengenai nikah siri antara warga pribumi dengan para imigran. Tindakan seperti ini, katanya, tidak dapat dilindungi hukum, termasuk status anak yang dilahirkan dari hasil pernikahan siri.
"Pemkab Kabupaten Bogor ingin mengembalikan kawasan Puncak itu sebagai destinasi wisata, bukan transit imigran," kata Deni yang pernah menjadi camat Cisarua.
Ia juga mengatakan tentang munculnya istilah "Kampung Arab" di kawasan Puncak, hal itu hanya sebuah istilah di masyarakat dan tidak resmi oleh pemerintah daerah.
"Nama asli kampung yakni Kampung Sampay atau Warung Kaleng. Kawasan Warungkaleng berada di Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara. Kawasan kampung mulai terisi sekitar tahun 1980-an," katanya.
Saat ini, seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan Timur Tengah di kawasan Puncak, sering terdengar istilah kawin kontrak antara lelaki Timur Tengah dengan wanita lokal dan melakukan kawin kontrak.
Dan informasi yang beredar mereka yang melakukan kawin kontrak dengan lelaki Timur Tengah adalah para wanita tunasusila dan banyak berkeliaran di kawasan Puncak.[jef]