Bogor.WahanaNews.co | Bupati Bogor, Ade Yasin melarang keras jajarannya untuk menerima Tunjangan Hari Raya (THR) yang berpotensi mengarah pada bentuk gratifikasi.
Larangan tersebut diperkuat dengan Surat Edaran Bupati Bogor tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian gratifikasi Terkait Hari Raya.
Baca Juga:
Pemkab Bogor Terus Upayakan Status P3K Tenaga Kesehatan, Begini Kata Plt Bupati
Dalam surat edaran tersebut, secara tegas, Ade Yasin melarang pejabat, Aparatur Sipil Negara (ASN), pimpinan dan karyawan BUMD dengan tidak melakukan permintaan, pemberian, dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangannya yang dikaitkan dengan hari raya atau pandemi covid-19.
Menurutnya, mereka wajib menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan permintaan, pemberian, dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Jajarannya juga dilarang memanfaatkan kondisi pandemi covid-19 atau perayaan hari raya untuk melakukan perbuatan atau tindakan koruptif.
Baca Juga:
Masuki Musim Penghujan, Pemkot Tasikmalaya Siaga Hadapi Bencana Hidrometeorologi
“Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana,” ujar Ade Yasin di Cibinong, Senin (25/4/2022).
Ia menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 12 B dan Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di mana, ASN atau Pegawai BUMD, apabila menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi.
Ketentuan teknis mengenai pelaporan gratifikasi pun dapat dilihat dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi.
“Permintaan dana atau hadiah sebagai THR atau dengan sebutan lain oleh pejabat dan ASN atau karyawan BUMD, baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi kepada masyarakat, perusahaan, secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi,” jelas Ade.
Menurutnya, perayaan hari raya keagamaan atau hari besar lainnya merupakan tradisi untuk meningkatkan religiositas, menjalin silaturahmi dan saling berbagi khususnya kepada pihak yang membutuhkan.
Perayaan tersebut sepatutnya tidak dilaksanakan secara berlebihan yang menyebabkan peningkatan pengeluaran yang tidak dibutuhkan, peka terhadap kondisi lingkungan sosial, dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.[mga]